.jpg)
Pertjikan Permenungan
Konon kalau lu mempelajari filsafat, kemungkinan besar lo menjadi ateis atau nggak percaya Tuhan atau nggak nerima agama. Hmm, gw nggak pernah sih cari-cari pembuktian soal ini. tapi masalah ini baru kepikiran pas jurusan Filsafat resmi dibuka di Fakultas Ilmu Budaya, UI, pas gw masih jadi mahasiswi di sana sekitar tahun 1999 atau 2000-an lah, tepat tahunnya kapan dibuka jurusan ini gw nggak inget. Then, sesederhana inilah yang terjadi, banyak senior gw dari Jurusan Sastra Prancis yang pindah ke jurusan itu dan beberapa bulan memang jadi sosok yang berubah. Maksudnya, ada sih di antara mereka emang udah aneh atau sok-sok aneh gara-gara jadi mahasiswa abadi dan keanehan dirasa cukup ampuh jadi alasan kenapa lu nggak keluar-keluar dari kampus. But, ada juga beberapa mahasiswi Filsafat yang dulunya kerudungan, or at least yang gw kenal dan beragama Islam, tiba-tiba jadi ateis. Gw nggak pernah berpikiran lebih dari itu sih, bahkan untuk menghakimi mereka jadi orang yang nggak baik aja karena jadi ateis pun nggak pernah terlintas. I just wondered, kok bisa yah mereka jadi ateis, padahal rata-rata mereka (sama kayak gw juga) lahir sebagai anak yang sudah beragama? I mean, come'on, kalau lu lahir dari orang tua muslim, pasti lu otomatis menjadi anak muslim, dibesarkan dan diajarkan akidah-akidah islam. Begitu juga dengan anak dengan orangtua agama apapun. Jadi lebih rumit karena gw percaya kalau orang Indonesia nggak pernah membesarkan anak untuk kemudian diajarkan berbagai agama agar kelak si anak bisa memilih agamanya sendiri. Nope, berani taruhan! So, when you born and raise in a muslim family, then you WILL become a muslim. When you born and raise in Christian's way, Jewish's, Buddhist's and else, then you MUST be one of its. Jadi, apa rasanya bisa merubah keyakinan yang sejak lahir ada dalam darah, urat, nadi, hati, dan pikiran lo? Lebih hebat lagi, gimana bisa mereka yakin dan merasa benar dengan meninggalkan agama mereka? Gimana bisa mereka lepas dan melupakan ketakutan akan segala ancaman yang sudah ditanamkan dari agama mereka sejak lahir? If religion is soooo enormous, great, and extremily powerfull, then no question if people follow and obey it. Tapi, bukannya jauh lebih ajaib (maksud: HEBAT yang menakutkan) lagi mereka-mereka yang berani bilang dan meyakini kalau “there is no such thing as religion”? Betapa bathin dan jiwa mereka begitu kuat sampai akhirnya mereka memilih bahwa kepercayaan paling benar adalah percaya kalau agama apapun tidak eksis di kehidupan ini. WOOOOWWW.......
Lunatique fille qui Embrouillée
Trus, saat itu (probably like ...4 or 5 years ago) gw sempet tergelitik (mungkin pikiran nakal) kalau gw mulai mempertanyakan agama...
(tapi gw nggak pernah mempertanyakan Tuhan -- which changed in the past years---)
Dan pikiran nakal tadi bukan cuma ikut-ikutan gara-gara ngelihat ABF tadi loh (maksudnya Anak Baru Filsafat, hehehe kayak Anak Kaya Baru gitu deh...)
Well, it started again from my parents (emang dasar yah, mengkenye ati-ati deh kalau punya anak, kayak gw gini neh, gara-gara bonyok gw beda agama, hal itu punya efek yang nggak dikit loh sama idup gw yang udah aneh ini). My father was christian, and my mum is muslim. I raised in my mum family, so islam was so familiar in my life. I am too a muslim. I never ask why i become a muslim, and my dad let me be a muslim instead of being a christian just like him. I mean his my dad, he had the right, right? Just like any other parents who decide the religion of their children. But it didn't happen to me, i was born as muslim, raised and live as muslim. It was supposed to be that easy. I was supposed to live my life as easy like a muslim girl (specialy in Indonesia, the biggest islamic country). But, in that very small home, where i grew up, what i saw wasn't that simple. I saw my mum and my family prayed by doing shalat, learning and understanding holy qoran, reading quran regulary, fasting, sacrificing moment (qurban), dress up like a muslim should be, going to Mecca etc. Meanwhile my father, he red Bible, prayed in bahasa not in arabic but the words had the same purpose with our prays, went to church, sang religious songs, and he even learned Qoran. He prayed alone, by him self, he never ask or teach me the way he prayed. So, when i was little, deep inside i had questions about all these differences activities. But, since my parents never talk about it and we lived peacefuly, so these questions left behind just like that.
Yang menurut gw ternyata sekarang membawa efek adalah, ketika orangtua lo beda agama tapi keduanya seorang agamais yang baik dan keduanya menjadi pribadi beragama yang baik, maka justru hal ini bakal bikin lo bingung. Kalau aja yang lo liat, ayah lo yang beragama A itu kasar, tukang mabuk-mabukan, judi, dan banyak melakukan kejahatan dunia (hahah istilahnya) sementara nyokap lo itu baik, sabar, omongannya bener dan rajin beribadah, mungkin lebih mudah secara sederhana mengklaim bahwa agama yang dianut nyokap lu udah pasti jauh lebih bener daripaa agama apapun yang dianut bokap lu.Iya kan? Nah, buat gw, my father is a great father and a nice person as a man. Dia selalu ibadah, nggak pernah maksain agamanya bahkan selalu menjaga rumah pas gw sekeluarga keluar mengaji atau menjawab telpon dan bilang "maaf, Margie-nya lagi sholat", pas ada temen gw yang telpon. My mum, dia juga baik, normal, gak pernah maksa anak-anaknya untuk ibadah berlebihan (tapi skrg sih dia cerewet banget ngingetin gw sholat, hehe padahal makin sering diingetin, gw makin males, wekekek...emang gw pemalas!). Yang justru mulai bikin gw resah adalah, ketika keluarga muslim gw mulai memusuhi bokap dan meminta gw untuk nggak mendoakan dia. Gw cukup berlaku baik secara fisik saja, jangan sampai ada ikatan atau doa secara batiniah buat dia, karena dia beda agama sama gw dan keluarga. Dan, tahu reaksi bokap gw? dia sama sekali nggak marah waktu gw cerita sama dia. Dia malah dgn bijaknya bilang kalau gw boleh doa apa aja sama Tuhan, termasuk kalau gw sendiri memilih untuk nggak mendoakan dia. Tapi dia mastiin kalau keinginan itu murni dr gw sendiri, bukan karena permintaan keluarga atau org lain. Bokap gw sendiri yang mengingatkan gw untuk selalu berpegang pada Quran dan Hadits Nabi gw untuk jadi pegangan gimana gw hidup termasuk bersikap sm orgtua, keluarga, teman, dan org lain. Geblek kan bokap gw? Guru ngaji gw aja nggak pernah ngomong gitu. Anenya lagi, bokap gw tahu banyak soal hukum dan cerita-cerita Quran (memang dia nggak tahu soal hadits, secara hadits itu kan lebih susah didapetin dan dipelajari, Quran kan dijual bebas dan banyak yang udah diterjemahin). So, in the glance, dia tahu juga Islam, dia bahkan bilang kalau ajaran Islam sama dengan Kristiani, hanya saja cara berhubungan dengan Tuhan (hablu minallah, bahasa Islamnya)yang beda.
Kalau selama ini gw merasa Islam adalah agama terakhir, agama termulia, dan menjadi satu-satunya pegangan terakhir untuk manusia, then how come this wise act came from my father who took Christiany as his way of life? Tentu aja, gw tahu kalau Kristen juga bagian dari agama Islam. (Based on Qoran): Kristen adalah agama sebelum Islam diturunkan. Jadi Kristen dengan Injilnya memang agama dari Tuhan. Nggak heran, banyak kalimat dalam kitab-kitab itu yang serupa, karena Quran menjadi kitab terakhir sehingga Quran menjadi pelengkap dan penambah kekurangan kitab-kitab sebelumnya. Tapi kenapa bokap gw jauh lebih bisa memahami dan mengamalkan yang namanya toleransi dan silaturahmi dengan manusia lain, yang sesungguhnya dalam Islam merupakan bagian dari ibadah? Kenapa bokap gw nggak ragu menjaga dan membiarkan keluarga gw menjalani ibadah Islamnya dengan tenang dan aman, sementara keluarga gw yang lain berusaha agar sebisa mungkin bokap gw nggak beribadah di rumah kami hanya karena hal itu sama saja dengan dosa karena membiarkan orang lain yang bukan Islam beribadah?! Kalau bokap gak khawatir membiarkan keluarga gw beribadah, kenapa keluarga gw justru berusaha bikin bokap gw gak bisa ibadah? berusaha bikin bokap gw gak betah, pergi, atau kalau bisa pindah agama? Padahal jelas-jelas dalam Qoran ada kalimat "Lakum dinukum waliyadin-agamu agamamu, agamaku agamaku". Tentu aja ada penjelasan di balik kalimat Quran tadi, tapi ketika lo udah nggak bisa mengajak orang lain untuk ikut dalam Islam, maka biarkanlah! Toleransilah! Tetaplah dengan agamamu, dan biarkan mereka dengan agamanya!
Hehehe, tulisan di atas bisa jadi diketawain sama siapapun yang baca dan mungkin jauh lebih PAHAM soal Quran, Hadits, atau kitab agama apapun. Tapi itu yang gw rasain, dan semakin gw dewasa, bukan makin gw mantap dengan keyakinan gw tapi ragu. Dan keraguan datang bukan dari Quran-Hadits atau agama itu, melainkan datang dari orang-orang pemeluknya (Muslims itu sendiri). Lebih banyak gw dikasih teman yang justru bukan muslim, tapi mereka membuat gw jadi manusia yang lebih baik™ (according me). Dan bergaul dengan orang-orang seagama yang sangat dipaksakan oleh keluarga gw, justru bikin gw makin picik melihat manusia lain hanya karena agama kita beda. Berapa kali gw melihat temen muslim gw makan di tempat umum di bulan Ramadhan, sementara temen gw yang Kristen atau Budha malah sungkan-sungkan dan pake minta ijin segala kalau mau makan siang di sela-sela jam kuliah atau sekarang ketika ngantor. Itu sih contoh sederhana. Tapi ada pula keluarga muslim gw yang selalu 'mengigatkan' betapa gw jarang mengaji dan kurang mensyukuri hidup ketika gw dikasih cobaan sakit, tapi kemudian gw melihat anggota keluarga itu melakukan maksiat di depan mata gw. Sering juga gw ngaji bareng sama temen-temen gw dan belajar tentang batasan kuat dan ketat antara laki-laki dan perempuan dalam Islam. Tapi begitu keluar masjid, gw jalan kaki pulang sendirian karena menjomblo (jomblo part of ibadah loh, asal lo tahu) sementara temen-temen sepengajian gw dijemput cowoknya pake motor di depan masjid, trus pulang dibonceng, rangkulan dan ceweknya bisik-bisik mesra di telinga cowoknya. Nah, itu yang gw liat dari sejak gw SD, SMP, dan SMA. Loh, bukannya tadi kita ngaji soal batasan hubungan perempuan dan laki-laki yah? Masa keluar masjid, lima meter aja mereka udah lupa?! Trus gw ngapain dunk?! yang tadi itu apaan dong? cuma ceramah buat didengerin kuping kanan trus keluar kuping kiri?...wakwawwww.... Masih kurang yakin sama kebingungan gw? Hmm, gimana kalau contoh yang ini: guru ngaji gw yang paling straight, kukuh, dan 'galak' soal pengajaran hukum dan akidah Islam, suatu kali bilang ke gw kalau dia suka sama gw dan ngajakin 'ketemuan'? (iya, pas gw udah gede gini, bukan jaman SMA dulu). Kira-kira 'ketemuan' di situ apa maksudnya yah? (Secara jelas-jelas dalam islam-ini dia pula yang ngajarin ke gw- kalau laki dan perempuan dilarang kumpul berdua, karena syetan akan menjadi teman ketiganya, andi know you can figure it out the rest (goal) of this point...). Apalagi sebelumnya ada prolog :aku suka kamu' segala...hmm??? Info tambahan, dia sudah menikah loh! Kemudian, telpon dan sms2 dia berikutnya selalu dipenuhi flirtation gitu. Eits, jangan putus asa dulu, di akhir pembicaraan, dia selalu bilang "jangan lupa sholat yah, hati-hati kalau sama cowok, banyak doa, aku nggak mau kamu dapetin cowok yang nggak bener!". Yup, and my reaction after i hang up the phone is always like this: BULLSHIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIT!!!! Wuahahaha...see, nothing's wrong with Islam, but how about the people?
Kalau gw nerusin curhat gw, bisa-bisa gw didatengin FIP (another fu*@ing organization yang bilang ngerti Islam tapi paling jahiliyah kelakuannya-sight!!!) atau mungkin gerakan ekstrimis lain dan nge-hack blog gw (secara blog gak bisa dibakar ya bo, emang buku!). Atau gw diketawai para ulama yang (konon) lebih paham soal Islam, dan bilang " ahhh elu, baru dikasih cobaan begitu saja sama Allah, lu udah jadi bimbang, plin-plan. Itu kan syetan lagi bikin lu bingung, ati-ati luh, kayaknya bisa kalah luh!", sambil ketawa sinis. Well then, taling about cobaan Allah dan test ujian keimanan, banyak yang bisa gw omongin. But since i’m a coward, dan takut diculik ekstrimis...mending gw menulis dalam cara lain aja deh...
Begonoh............
BEING MEN...
Mengapa manusia harus beribadah kepada Allah?
Once we were created then we exist forever. Sejatinya ketika manusia tercipta, maka ia adalah mahluk yang kekal selamanya. Kekal di sini memang melewati masa dan bentuk yang berubah, tapi manusia selalu eksis. Dari alam ruh, alam kandungan, dunia, kubur, akhirat, dan tentu saja surga dan neraka. So, there will be steps for men, sekarang kita lagi di panggung sandiwara yang namanya dunia, dan layaknya sandiwara, it has an end. Meanwhile, Allah wrote the scenario, so what men can do is play their part the best as can be. And the best- playing the role- is none of other than IBADAH kepada Allah!
"Nasib (manusia) sial adalah dilahirkan.Lebih sial lagi adalah dilahirkan dan mati muda. Tapi yang paling sial adalah lahir dan mati tua". (Soe Hok Gie).
Jadi, Soe ada benernya. Kita emang mahluk paling sial. Dilahirkan untuk menjadi aktor sandiwara Tuhan. Semua sudah ada skenarionya, in Islam we called it as "qodar". Ada 4 Qodar yang sudah pasti akan terjadi pada setiap diri manusia (there's 4 qadars that will absolutely happen to men):
Pertama: Nikmat. Kondisi baik seperti sehat, rezeki, waras, bahagia, dan lainnya yang membahagiakan menurut manusia. Dalam skenarionya, setiap mendapat qadar ini, tahap selanjutnya adalah manusia wajib mensyukuri dan melafalkan kalimat pujian syukur :Alhamdulillah (praise the Lord for all his bless)!
Kedua: Cobaan. Cobaan ini pada kenyataannya ada dua, cobaan yang menyenangkan dan cobaan yang tidak menyenangkan. Cobaan menyenangkan itu maksudnya cobaan yang tidak memberatkan manusia tapi menjadi ujian dari Allah (bisa jadi ini nikmat, makanya bahkan ketika manusia mendapatkan nikmat, manusia selalu harus ingat kalau itu bisa jadi ujian dan nggak bolek keblinger apalagi lupa bersyukur dan benar-benar tenggelam dalam cobaan menyenangkan itu). Sementara cobaan tidak menyenangkan lebih mudah dipahami manusia, secara apapun yang bikin kita susah, berat, dan sedih pasti langsung kita artikan sebagai 'cobaan' . Dalam sejarahnya, Allah bahkan menurunkan azab kepada manusia. Kenapa Tuhan bisa setega itu? Menjadi tega dan memberikan azab kepada manusia merupakan salah satu kekuasaan dan kehendak Allah juga. Next step setelah lu dapat cobaan adalah berusaha tidak terpengaruh dan sebagaimana mungkin bertahan dalam keimanan!
Ketiga: Musibah! Semua manusia akan mengalami musibah. Apa bedanya dengan cobaan tak menyenangkan? Musibah adalah sesuatu yang drastis, tiba-tiba terjadi (cobaan tak tiba-tiba, ada prosesnya misalnya jatuh miskin, sakit keras, lama tak punya anak dll), mendadak, bahkan di saat yang lu pikir lu udah nggak bakal lagi sanggup nerimanya (maksudnya: kayak momen ‘sudah jatuh tertimpa tangga pula’ gitu deh...). Next step setelah lu mendapat musibah adalah mengucapkan kalimat ISTIRJA, yaitu kalimat inna lillahi wa inna ilaihi roji'un (sesungguhnya sesuatu adalah milikMu dan kepadaMulah semua akan kembali). Kalimat ini juga punya pengertian mengingat Allah ketika musibah terjadi dan percaya Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik. Say it when you lost someone you love dearly, when you lost your wallet, when your house burned, even when something small hits you or whatever, then something good will come to you after (dont say ‘ouch! atau Awwww! Or even, Anjing!!! Hehehe). In this qodar, another step will be: BERSABAR. Nggak cukup dengan mengucapkan kalimat istirja, setelah lu dapet musibah lu harus bisa bersabar.
Keempat: LUPA. Manusia diqadar lupa atau khilaf, so making mistakes is part of men's destiny. The step after it is asking for forgiveness. TAUBAT sama Allah.
All these points is how you handle with all God's tests.
Life is only a drama.
You can only play role.
The beggining and the end is really far out from men's business.
The destiny was made.
Men's destiny is not even in the world.
It's in eternity (akhirat).
It's heaven or hell.
It's something that we can't even see or feel.
Ma doute...(ou pet-être, mes doutes J )
Being born is the worst part, said Soe Hok Gie. But, i think the worst of the worst of our destiny is we have to believe that our real life start in something that is soooo far beyond us, in something that we hardly believe it. Heaven and hell. It's all we have to choose. It’s religion! And we have to believe it.
Bayangin aja..manusia adalah mahluk Allah yang bisa dibilang paling apes nasibnya. Kira-kira gini deh ilustrasinya...
Ketika Allah menciptakan malaikat, ia memilih cahaya sebagai materialnya. Ia menjadikannya suci dengan tidak memberikannya hawa nafsu (SYAHWAT).Lalu Ia menciptakan syetan, jin, atau iblis dari material api. Keduanya menjadi mahluk yang tercipta untuk menyembah dan beribadah kepadaNya. Tapi lalu, Ia tidak merasa cukup. Ia ciptakan manusia. Dari apa? dari tanah. Kenapa gw berani bilang menjadi manusia adalah 'lumayan' apes (gw nggak terlalu berani, ding!)??? Sejak awal manusia diciptakan, Allah telah mejadikan mahluk-mahkluk ciptaanNya menjadi sesuatu yang berhasil dan gagal. Malaikat 'berhasil' dengan menerima keputusan Allah menciptakan manusia (even Allah nggak minta pendapat juga sm Malaikat, tapi Malaikat itu kan cahaya yang tak bersyahwat, jadi Malaikat nggak mempertanyakan keputusan ini bahkan ketika Allah meminta malaikat untuk meyembah manusia, Adam). Syetan menjadi 'gagal' karena nggak terima kalau manusia dibuat dari material tanah yang nggak lebih hebat dari api apalagi Allah menguji syetan untuk menyembah manusia yang hanya 'tanah' itu. Syetan menolak. Kenapa Malaikat tunduk dan syetan menolak? Karena malaikat tak bersyahwat dan syetan sombong? Iya tapi lebih tepat lagi kalau Allah memang menghedaki demikian. Maka Allah murka, dan mengutuk syetan dengan menjadikannya makhluk yang akan mendiami neraka selama-lamanya. Syetan tak kuasa dan menerima nasibnya yang lagi-lagi disalahkan sebagai 'akibat ulahnya sendiri' atau 'suratan takdirnya syetan'. Tapi, syetan masih lebih untung daripada manusia. Waatttt? kok bisa? Setidaknya ketika Allah mengutuknya sebagai ahli neraka, syetan sudah tahu apa itu neraka, dia tahu neraka itu ada, dan nasib apa yang akan menunggunya kelak. Karena kelebihannya (akan pengetahuannya soal neraka) itu syetan menerima nasib menjadi ahli neraka dengan memohon kepada Allah satu syarat. And you know what, Allah said yes L. Dan nasib syetan dan permintaannya ini kemudian menjadi suratan takdir berbuntut keapesan buat manusia (beside being born). Syetan meminta ijin kepada Allah untuk menggoda mahluk manusia (saat itu Adam, dan tentu saja keturunannya) dari segala sisi* untuk menemaninya di neraka nanti. Maka Allah mengiyakan, memberikan hak kepada syetan untuk melakukan apapun demi tujuan syetan itu. (Waktu gw mengaji-mengkaji- soal ini, hati gw kayak ditusuk, air mata keluar dan putus asa langsung nyergap...Bayangin aja, gw manusia yang punya syahwat, diberi qodar lupa, khilaf, cobaan dan musibah. Yes, gw juga terima nikmat tapi gw sebagai manusia juga harus menghadapi syetan yang dikasih keleluasaan sama Allah menggoda gw. And what's left for me as a man?).
Tapi, apa bener Allah akan meninggalkan kita begitu saja? Well, nggak juga sih. Ayat dan hadits menyebutkan bahwa ada satu hal yang bisa membantu manusia bahkan bisa merubah qodar, yaitu dengan DOA. Muslim juga dibekali banyak doa baik dari Quran itu sendiri, doa yang dibaca Nabi Muhammada SAW (hadits), dan doa-doa para sahabat. Belum lagi keutamaan dan khasiat dari setiap doa. So, se-enggaknya Allah kasih jalan lah.
Dan dalam doa, ada tiga kategori doa bagi setiap muslim yang memanjatkan, yaitu:
Dikabulkan: doa yang dikabulkan sama Allah sesuai permintaan kita.
Ditunda: Allah menunda permintaan kita dalam doa untuk dikabulkan dalam waktu yang ditentukanNya.
Diganti: Allah mengganti permintaan doa kita dalam bentuk lain, misalnya hamba doa minta kekayaan tapi Allah memeberinya dengan kesehatan.
See, intinya nggak ada doa yang nggak dikabulkan. Allah is mighty. Tapi seperti juga iklan provider operator telepon genggam, ada syarat dan ketentuan berlaku dalam doa. To know further, mengajilah sodara-sodara. J
Balik soal nasib manusia, bahkan Malaikat yang super duper iman pun ternyata pernah meragukan keputusan Allah soal penciptaan manusia (dan sebagai peringatan saja, untuk kasus ini tentu saja Malaikat kalah dan Allah menjatuhkan siksa kepada Malaikat. Can u imagine that, malaikat gitu loh...). Ini kisah Ma'rud dan Ha'rud. Berawal dari para malaikat yang mendatangi Allah dan mengatakan kenapa Allah musti bikin manusia segala, secara udah ada mereka, para malaikat. Mereka bahkan bilang kalau cuma jadi manusia aja mah mereka juga bisa. Apalagi mereka bilang manusia pake punya syahwat segala, udah deh nggak ada gunanya. Manusia itu beda sama malaikat kata Allah. Tapi malaikat menantang Allah kalau mereka bisa jadi manusia dan tetap iman sama Allah. Karena ditantangin, Allah bilang "kalian bisa buktiin?". Malaikat setuju, dan mengutus perwakilan mereka, yaitu dua malaikat bernama Ha'rud dan Ma'rud. Ha'rud dan Ma'rud truun ke bumi jadi manusia, tentu saja sudah diberi syahwat juga. Keduanya menjadi ulama (waktu itu bagi kaum Bani Israil-Israel- sekarang, karena pas ini terjadi masih masanya Bani Israil). Ha'rud dan Ma'rud terkenal dengan ilmu sihirnya yang wahid, bahkan sempat diajarkan dan diturunkan kepada kaum Bani Israil. Anyway, tibalah saat pengujian. Allah mengirim seorang perempuan super duper cantik bernama Zahroh (Zahroh adalah perempuan yang Allah ciptakan dari bintang di langit, kebayang dunk cantiknya?!). Zahroh ini mendatangi Ha'rud dan Ma'rud. Keduanya tergoda dan hendak menikahinya. Zahroh mengajukan syarat yaitu, dia mau dinikahkan asalkan membunuh anak kecil yang dia bawa dengan pedang. Keduanya menolak karena tahu membunuh adalah dosa, meski keduanya sudah dipenuhi nafsu untuk menikahi Zahroh. Lulus ujian pertama, Zahroh datang kembali membawa arak yang memabukkan. Zahroh meminta keduanya minum arak. karena Ha'rud dan Ma'rud sudah dikuasai nafsu plus mereka berpikir kalau minum arak tentu nggak akan merugikan orang lain, palingan cuma mereka jadi mabuk sedikit, maka Ha'rud dan Ma'rud pun setuju. Keduanya minum arak, mabuk, akhirnya memperkosa Zahroh dan bahkan membunuh anak kecil yang dibawa Zahroh (cerita ini yang menjadi dasar dalil : minuman keras-arak-adalah Bapaknya kejahatan!). Ha'rud dan Ma'rud pun kalah. Allah sekali menang atas kuasaNya. Malaikat kalah. Ha'rud dan Ma'rud telah menjadi manusia yang mengalahkan keimanannya dengan syahwat. Ha'rud dan Ma'rud berhak atas siksa Allah. Tapi, kali ini Allah memberikan pilihan (a privilege that only angels can get, men don't have that kinda privilege). Allah memberikan pilihan kepada keduanya untuk menjalankan siksa di akhirat nanti atau di dunia saja, sehingga ketika kiamat datang siksa mereka telah tertebus. Tentu aja, keduanya memilih siksa dunia. Maka, menurut ceritanya Ha'rud dan Ma'rud digantung oleh Allah di suatu lautan, di mana ketika siang keduanya diangkat dari lautan, ketika malam keduanya ditenggelamkan ke laut. Itulah siksanya, tapi mereka beruntung (ok, beruntung dalam artian pilihan siksa yang mereka jalankan), siksa ini hanya sampai kiamat saja. Kiamat datang maka keduanya kembali bersih sebagai malaikat. Tidak ada lagi siksa yang menunggu.
Allah kembali benar. Allah kembali kuasa. Ia menciptakan malaikat, jin/syetan, dan manusia sesuai kehendakNya.
What's left for men? again....just play the best role in this scenario!
Apa yang menunggu kita di akhir nasib kita nanti?
Kehidupan abadi dengan dua pilihan: surga dan neraka.
Pilihan itu kataNya ada dalam keputusan kita, sebagai manusia.
Pilihan yang Ia buat dengan segala godaan, syahwat, syetan, bahkan hingga catatan yang Ia buat soal daftar manusia yang sudah ditakdirkan masuk ke neraka dan surga (ada ceritanya dalam Hadits).
Allah bahkan memastikan dalam Quran: akan Kujadikan dunia ini penjara bagi orang yang beriman!
Ketika melihat surga, malaikat berkata: "Ya Allah, jika ini yang Kau janjikan, maka aku yakin bahwa semua manusia akan menjadi hambaMu yang beriman".
Ketika melihat neraka, malaikat berkata: "Ya Allah, jika ini yang kau janjikan tentang siksaMu, maka aku yakin tak ada manusia yang tak beriman".
Malaikat pasti melihat sesuatu yang luar bisa indah dalam surga dan luar biasa mengerikan pada neraka.
Kemudian Allah mengajak malaikat melihat pagar surga, yaitu sholat, mengaji, beramal, sedekah, zakat, infak, zikir, sholat malam, doa, cobaan kemiskinan, kesederhanaan, sabar, sabilillah, dan ibadah lainnya.
Maka malaikat berkata: "aku meragukan ucapanku ya Allah, pagar surga sangat sulit dilewati. Akan sulit bagi manusia memasuki surga jika harus melewati pagar itu.
Kemudia Allah membawa malaikat melihat pagar neraka, yaitu kemewahan, kekayaan, kekuasaan, zinah, kecantikan, segala kenikmatan duniawi, dan segala maksiat.
Maka malaikat berkata: kalau ini yang bisa memagari manusia dari neraka, maka aku meragukan ucapanku. Dengan syahwatnya, manusia akan dengan mudah melewati pagar neraka, siapapun bisa dengan mudahnya masuk ke dalamnya.
Lagi-lagi gw nangis...putus asa. Dengan syahwat yang bahkan Malaikat pun gagal menjalani ujianNya, gimana dengan manusia yang harus lagi-lagi menghadapi pagar-pagar surga? digiring syetan untuk memilih pagar-pagar neraka? Manusia bahkan dituliskan hanya sampai pagar surga tanpa bisa melaluinya dan kemudian justru masuk ke neraka karena pagar neraka sangat mudah dilalui.
Gw bener-bener putus asa...
Al Imron, ayat 28-30, di antaranya menyebutkan : Allah menakut-nakuti dengan diriNya. Maksudnya, Allah memberikan peringatan yang menakutkan langsung dari diriNya. Allah memang sengaja menakut-nakuti manusia dengan siksaNya. Karena itu adalah peringatan dan petunjuk Allah, kalau manusia masih juga nggak mau tahu, nggak denger, nggak takut, maka Allah sudah memperingatkan. Maka merugilah manusia seperti itu.
Sejarah, masa lalu, perjalanan, masa sekarang, petunjuk dan peringatan dan janji akan masa depan menjadi agama yang nggak terhindarkan, nggak pernah salah, dan nggak bisa dibantah. Allah udah memberikan jalan. Nggak ada lagi alesan atau keraguan yang seharusnya manusia rasain. Tapi kenapa..............
_______________________
If there's nothing 'an after life moment' and this life is only life we have, then shall we just play role and not try to be director of our life? But again, nggak ada petunjuk apapun soal tidak adanya kehidupan setelah kematian. Yang ada, adalah janji masa depan yang sudah pasti nggak mungkin bisa kita lihat (di mana-mana, future is always about plan and effort, nobody knows future). So, in one side, religion does make sense..but in other side...
_______________________
Btw, buat yang baca tulisan ini, Anda udah menghabiskan waktu Anda membaca hampir 4000 kata dan lebih dari 27.000 karakter dalam hitungan WORD di komputer. Padahal ini cuma catatan seorang yang sedang ragu akan keimanannya...yang dalam agama disebut dalam tahap keimanan yang rendah atau menurun...tidakkah Anda merasa rugi membacanya? atau Anda ngerasain juga hal yang sama?
Sesederhana Anda, saya juga ingin menjadi mahluk Tuhan yang beriman, dan menjadi ahli surga di akhir nasib saya sebagai manusia. Saya juga tidak ingin menjadi manusia yang dalam dunia ini hanya bisa melakukan semua yang menjadi pagar neraka. Saya ingin bisa melewati pagar dan masuk ke dalam surga. Tapi semua saya bisa lakukan dengan penuh keyakinan. Lalu, kenapa saya ragu? Saya rela melakukan apapun agar menjadi seseorang yang beriman di mata Allah tapi saya juga tidak ingin menjadi Tolstoi.
...
“Ini adalah Tolstoi. Orang suci ini lebih banyak dalam kesengsaraan dibandingkan siapapun. Sebagai keturunan ningrat, ia tidak mau memperlihatkan penderitaannya kepada masyarakat yang memang ingin mengetahuinya. Ia berusaha percaya kepada Kristus, yang dalam kenyataannya sulit dipercaya. Bahkan ia pernah membuat pernyataan terbuka bahwa percaya kepadaNya. Tapi pada tahun-tahun terakhir hayatnya, ia sangat muak dengan kebohongan-kebohongan tragis yang dibuatnya sendiri. Banyak yang tahu bahwa ketakutanya terkadang muncul setiap kali melihat tiang penyangga di ruang belajarnya.Ia tersiksa tapi ia tidak bunuh diri...apakah Tolstoi menang atau kalah?” (Kumpulan Cerpen Ramoshon-kisah “KAPPA”)
Kristus bagi Tolstoi
Allah bagi saya, tapi intinya bagaimana mempercayai Dzat yang sangat sulit dijangkau oleh pikiran manusia? (dalam Quran, penciptaan manusia disempurnakan Allah karena manusia diberikan pikiran...tapi Quran juga mengakui bahwa terlalu banyak hal yang tidak bisa dijangkau oelh pikiran manusia. Quran pula menyebutkan bahwa manusia tak perlu berusaha memikirkan, memasuk-akalkan, merasionalkan agama...karena itu adalah sia-sia dan dibenci Allah! Just take it or leave it!)
“...keheningan isolasi adalah keheningan yang menguji...dengan mulut membisu, Ibrahim berangkat membawa anaknya ke tempat penyembelihan...Ibrahin kuat mengelak pertanyaan yang meresahkan: bisakah anakku menerima dirinya sebagai tubuh yang dipotong dan dipersembahkan? Aku mencintainya. Tapi betapa muskilnya menentukan seberapa jauh cinta itu lebih kecil ketimbang cintaku kepada Tuhan...
Mungkin di situlah korban hanya bisa dilihat sebagai korban: ia sesuatu yang lain dari yang lain, seakan-akan di sana tampak bayang-bayang Tuhan sendiri, “Yang Maha Gaib” yang tak bisa disamakan dengan apa pun. Apa jadinya korban tanpa bayang-bayang itu, kecuali sebagai hasil kebuasaan?”... (Tatal 68, Goenawan Mohamad)
Gw nggak mau jadi Tolstoi yang menyangkal kalau ada keraguan dalam dirinya. Tetap menjadi iman tapi kenapa selalu diiringi ketakutan akan sesuatu yang bahkan gw nggak bisa sepenuhnya percaya...tuhan, kematian dan kehidupan setelah kematian...
Tuhan sendiri selalu menjadi bayang-bayang, kekuatan gaib yang Maha Super. Kegaib-an yang sifatnya tak beda dengan jin, syetan, arwah, roh, dan malaikat...
Ketika Ibrahim mengorbankan anaknya, ia hanya mendengar bisikan Tuhan yang Gaib untuk melakukan itu...ia memendam ragunya dalam pernyataan cinta besar kepada sesuatu yang Gaib. Ia lulus ujian dan menjadi hamba yang beriman bagi mahluk gaib yang bernama Tuhan.
Tapi... (this was one of my discussion with Dini, my editor) ketika seorang ibu atau ayah membunuh anaknya dengan dalih ia menerima bisikan dari Yang Gaib tadi, semua memasukkannya dalam penjara, menghinakan, dan menjatuhi hukuman dunia. Ia juga bisa jadi jadi berdosa di depan Tuhan Gaib.
Semua bilang suara itu bukan suara Tuhan, itu suara Syetan.
Bagaimana bisa membedakannya? Karena Tuhan tak mungkin membisikkan sesuatu seperti membunuh anak sendiri?
Lalu apa yang terjadi dengan Ibrahim? Ia tahu itu suara Tuhan dan bukan Syetan?
Kenapa kita, manusia seperti Ibrahim (meski ia dimuliakan menjadi seorang Nabi Islam), tidak bisa membedakan bisikan itu? Dalam sejarah islam, Allah memang tak pernah menampakkan diriNya. Ia adalah Dzat, cahaya. Yang bahkan membuat Musa terlempar ketika ia memohon ijin untuk melihat wujudnya. Muhammad pernah bertemu Allah ketika Isro Mi’raj tapi apakah ia melihatnya? Semua ayat diturunkan melalui bisikan, mulai dari Daud, Musa, Isa, hingga Muhammad?
Tak ada salahnya dengan bisikan Allah, karena Allah pernah berkata bahwa tak ada mahluk yang mampu menyaksikan wujudNya.
Tapi bagaimana manusia bisa membedakan bisikanNya dan bisikan syetan?
Allah memberikan keleluasaan kepada syetan dan memberikan cobaan kepada manusia?
Jadi, kalau manusia salah menafsirkan bisikan yang didengar maka jawaban atas nasib apes tadi hanyalah suatu kegagalan manusia dalam menerima cobaan atau kurangnya keimanan?!
AL Baqarah ayat 10: Keraguan adalah hati yang sakit. Dan barang siapa sakit, Allah akan menambah kepadanya keraguan itu hingga akhirnya mendapatkan siksa yang dasyat dari Allah.
Tatal laksana ayat (yang meragukan)
Tatal 43
Ia tak pernah selesai dengan manusia. Mungkin Ia tak pernah puas. Ia mencintainya tapi harus menyaksikan cacatnya...
Tatal 57
Kata-kata dalam L’homme Revolte: Aku berontak, maka kita ada...
Tatal 60.
...Satu itu palsu. Mungkin itu sebabnya menara Babel menjadi suatu hikayat tentang kegagalan,
Menara tinggi yang dibangun agar manusia tak berserak dan berbahasa satu membuat Tuhan murka. Menara ditumbangkan. Orang dibuncah ke segala penjuru, bahasa dikacau-balaukan hingga manusia tak saling mengerti lagi. Quran mengingatkan bahwa Ia tak mengehndaki segala sesuatunya menjadi satu, melainkan berbeda...hadir sebagai beda, bukan sebagai sama, bukan sebagai satu.
Tatal 62
...Kita lebih mengingat orang yang pertama menginjak bulan daripada orang pertama yang melihat bulan...Ia merenungkan tentang bulan, apa sebenarnya “ada” ?Manusia pertama yang melihat bulan itu pun mengerti bahwa “Ada” ibarat siang, ia membuat hal-ikhwal nampak tapi ia sendiri tak nampak...
Tatal 72
...Tubuh, dalam agama, memang sebuah paradoks. Begitu banyak aturan diterapkan oleh titah sakral untuk mengatur tubuh, seakan-akan juga ada pengakuan bahwa tubuh demikian pentingnya, sehingga ibadah-dan pengorbanan- selalu merupakan ekspresi dari yang jasmani.
Tatal 81
...Sancho (Don Quixote) tahu hanya manusialah yang bisa bermimpi dan menyiapkan perubahan, justru di dunia yang tak terpenuhi. “Manusia menentukan, Tuhan mengecewakan,: begitulah ia berkata.
Ada 99 tatal yang ditulis Goenawan Mohamad dalam bukunya berjudul “Tuhan dan Hal-hal yang Tak Selesai “ (terbitan KataKita –tersedia dalam bahasa Inggris, kayak judul blog ini). Semuanya hanyalah ungkapan GM tentang tuhan dan agama. Ada keraguan, seperti layaknya Ibrahim, Musa di gunung Sina, Tolstoi, saya, dan mungkin orang lain yang sesekali dalam hidupnya pernah dihinggapi keraguan akan sesuatu yang besar dan gaib. Saya hanya mengetahui Islam. Bayangkan GM yang mengetahui nyaris semua kisah dan nilai dalam kitab agama yang ada di dunia ini...
Betapa berat keraguan yang ia harus pikul...
Tuhan memang tak pernah selesai dengan kita
dengan manusia
.....................
Catatan:
™
Surah AL Imron, ayat 28: “Janganlah kalian mengambil orang kafir (bukan Islam) sebagai teman (atau kekasih) selain dari orang iman. Kecuali jika kalian bisa menjaga keimanan kalian dan tidak terpengaruh. Sungguh menakut-nakuti Allah dengan diriNya dan ingat kepadaNyalah semua kembali”.
* Kemudian dijelaskan lagi bahwa syetan menggoda manusia dari empat arah (arrrgh, busyet dah!), yaitu:
Arah depan: tentu saja kiasan, ini maksudnya Syetan bakal bikin manusia nggak percaya sama masa depan yang dijanjikan Allah, manusia meragukan neraka, surga, akhirat dan alam keabadian nanti. (Damn! gw rasa gw mulai terpengaruh...)
Arah belakang: Syetan akan semakin menampakkan keduniawian. Semua tentang dunia semakin nyata, terang, dan pasti bagi manusia. Manusia dibuat makin yakin bahwa dunia memang segalanya, makanya manusia akan melakukan apa saja untuk memaksimalkan dunia ini. (Ohhh God, please help me)
Arah kanan: Syetan akan berusaha sekuatnya menutup jalan kebaikan atau jalan2 manusia untuk beramal baik.
Arah kiri: Syetan akan membuka seluas-luasnya jalan menuju kemaksiatan, mengarahkan bahkan nemenin manusia dalam menemukan hal-hal kelejelekan atau dalam melakukan dosa (nonton TV lima jam nggak berasa, malah enak soalnya dipijetin sama syetan sementara kalau ngaji atau dengerin ceramahan Jumatan bakal ngantuk dan nggak betah gara2 syetan memenuhi diri kita dengan godaan-godaan tadi).
Hanya satu arah yang syetan nggak bisa ganggu, yaitu atas! Why? simple, cause Allah ada di atas (tentu ini juga kiasan, tapi setidaknya masih ada Allah di salah satu sisi kehidupan gw).
Kalau mahkluk apapun tak kuasa melihat wujudNya, maka aku tak akan memintaMu untuk menampakkan atasku...tapi buatlah aku hamba terpilih yang bisa meyakiniMu dalam apapun bentuk itu
Kalau agama adalah jalan, petunjuk, dan penyelamat bagi manusia, maka kenapa agama selalu bernada mengancam? Dalam kasih dan rohmatNya, mengapa kebencian, kebengisan, dan, kegagalan yang paling banyak nampak dari ajarannya?
Kalau surga neraka adalah bayaran atas nasib manusia, kenapa gambaran neraka sangat jelas kami terima tapi gambaran akan surga sama sekali tidak bisa terjangkaukan? Itukah awal keraguan manusia akan agama dan Kau? Itukah yang Kau sebut cobaan? Itukah yang Kau sebut dengan ujian dan pagar? Atau semua hanya sesederhana skenario yang sudah tersurat?
Jika pun begitu, apakah Kau masih menginginkan Kami untuk memainkan peran sebaik-baiknya? Kami tak tahu nasib kami dalam skenarioMu...jika aku termasuk yang gagal, maka Kau tak terganggu karena sesuai dengan jalannya, tapi jika aku berhasil akankan Kau puas? Andai saja aku tahu apa yang bisa membuatMu puas, then i’ll do anything! But as a human, can i do anything without any faith?
_____________________________________________
Diketik 16-17 Februari 2008,
sabtu minggu yang hujan...
satu catatan yang selesai setiap kali selesai mengaji Quran Hadits di Sabtu malam...
(i bet, catatan keraguan gw ini aja udah ada dalam skenario Allah).
2 comments:
Catatan keraguan yang paling enak dibacanya...*eh gw br skali sih mbaca catatan keraguan, tp diskusi ttg ini sering*
Entah kenapa feeling gw mengatakan u'll survive this stage of doubt.
*hugs*
Chere Margie, blog yang ini pas banget menggambarkan keraguan yang juga gw alami entah dari berapa lama. Alors, t'as toujours ce doute maintenant?
Post a Comment